Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengungkap adanya dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji 2023-2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Skandal ini berawal dari tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan Pemerintah Arab Saudi pada 2023, hasil lobi Presiden Joko Widodo dalam pertemuan dengan otoritas Saudi.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa informasi mengenai tambahan kuota tersebut diduga segera dimanfaatkan oleh asosiasi pengusaha travel haji. Mereka melakukan lobi agar kuota tambahan tidak sepenuhnya masuk ke jatah reguler.
“Pada akhir tahun 2023 atau awal 2024, setelah mendapat informasi kunjungan Presiden RI ke Arab Saudi salah satunya memperoleh tambahan kuota haji 20.000, mereka (asosiasi travel) sudah melakukan lobi-lobi,” kata Asep di Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Hasil lobi itu melahirkan Surat Keputusan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 15 Januari 2024. Dalam SK tersebut, kuota tambahan dibagi rata, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Skema ini diduga melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019, yang mengatur komposisi kuota haji sebesar 92 persen untuk reguler dan 8 persen untuk khusus.
Setelah SK diterbitkan, muncul dugaan praktik jual beli kuota haji khusus. Perusahaan travel diduga menyetor uang kepada oknum pejabat Kemenag melalui asosiasi, dengan besaran antara USD 2.600 hingga USD 7.000 per kuota, setara Rp42,7 juta hingga Rp115 juta.
“Setoran itu dipatok, tidak lagi perorangan, melainkan dikumpulkan melalui asosiasi kemudian diteruskan kepada oknum pejabat di Kementerian Agama,” ungkap Asep.
Uang tersebut berasal dari calon jemaah yang membeli paket haji dengan harga jauh di atas normal, mencapai Rp300 juta hingga Rp400 juta per orang. Akibat manipulasi ini, sekitar 8.400 jemaah reguler yang seharusnya berangkat justru tertunda karena jatah mereka terpotong.
Sebagai bukti awal, KPK menyita dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi. Rumah itu dikaitkan dengan salah seorang pegawai di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag.
Kasus ini telah masuk tahap penyidikan sejak 8 Agustus 2025. KPK memperkirakan kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun. Proses hukum diharapkan mampu mengurai aliran dana ilegal dan mengembalikan hak jemaah yang dirugikan.
Penyelidikan ini juga menyoroti lemahnya pengawasan internal Kemenag dalam tata kelola ibadah haji. KPK menegaskan akan memanggil sejumlah pihak terkait, termasuk pejabat kementerian dan asosiasi penyelenggara travel haji, guna memperdalam konstruksi perkara.
Dengan perkembangan ini, publik menanti langkah tegas KPK untuk menuntaskan kasus yang menyangkut kepentingan jutaan umat muslim Indonesia dalam menjalankan ibadah haji.