Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, mengkritik rencana Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang akan menyerahkan tanah nganggur kepada organisasi kemasyarakatan (ormas). Menurutnya, lahan terlantar lebih baik dikelola oleh masyarakat lokal seperti RT dan RW.
“Enaknya jangan langsung ke ormas, tapi berikan pada lingkungan sekitar. Misalnya ada RT dan RW yang memerlukan untuk dijadikan kebun atau taman main bersama,” kata Mardani saat dihubungi di Jakarta, Ahad (20/7/2025).
Ia menegaskan bahwa pengelolaan tanah tidak termanfaatkan telah memiliki dasar hukum melalui PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Namun, penerapan kebijakan itu seharusnya tetap mengedepankan peran negara dan perangkatnya, bukan langsung diberikan kepada pihak ketiga.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyebutkan ada sekitar 1,4 juta hektare tanah bersertifikat yang terindikasi belum dimanfaatkan. Jumlah tersebut bagian dari total 55,9 juta hektare lahan bersertifikat di Indonesia yang sedang dievaluasi sebagai bagian dari program reforma agraria nasional.
“Dari 55 juta hektare, ada 1,4 juta hektare. Ini belum masuk data baru. Data baru kami adalah potensi Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah habis dan tidak diperpanjang,” jelas Nusron dalam pertemuan di Jakarta, Minggu (13/7/2025).
Nusron menilai tanah-tanah tersebut dapat dijadikan objek reforma agraria dan disalurkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti pesantren, koperasi umat, atau organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, dan alumni PMII. Meski demikian, ia menekankan bahwa pemanfaatan lahan tetap harus mengacu pada zonasi RT/RW dan memperhatikan kebutuhan lokal.
Menurut Mardani, solusi terbaik adalah memberdayakan masyarakat sekitar terlebih dahulu sebelum melibatkan pihak luar. Ia khawatir jika ormas langsung diberikan kuasa pengelolaan, akan muncul potensi ketimpangan dan penyalahgunaan lahan.
Polemik penanganan tanah terlantar ini menunjukkan pentingnya prinsip keadilan dan partisipasi publik dalam reforma agraria. Pemerintah diharapkan mempertimbangkan pandangan dari berbagai kalangan sebelum menetapkan kebijakan final.