Jakarta – Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa ketentuan pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak berlaku bagi lembaga pemerintah, institusi, atau kelompok tertentu. Putusan ini menegaskan bahwa Pasal 27A UU ITE hanya berlaku untuk perseorangan, bukan entitas negara.
“Mengabulkan permohonan untuk sebagian,” ucap Ketua MK Suhartoyo dalam amar Putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Selasa (30/4/2025).
Mahkamah menyatakan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE bertentangan dengan konstitusi jika dimaknai mencakup lembaga pemerintah, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan. Penafsiran itu, menurut MK, dapat mengancam kebebasan berekspresi masyarakat terhadap kinerja pemerintah.
“Yang dimaksud orang lain adalah individu atau perseorangan, bukan badan hukum atau institusi,” tegas Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang pleno.
Pasal 27A UU ITE mengatur ancaman pidana dua tahun penjara dan denda Rp400 juta bagi pelaku pencemaran nama baik. Namun, MK menyatakan bahwa kritik terhadap lembaga negara merupakan bagian dari kontrol publik yang dijamin oleh sistem demokrasi.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan, aktivis lingkungan yang sebelumnya divonis bersalah karena konten video kritik terhadap kerusakan tambak di Karimunjawa. Ia akhirnya dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Semarang.
MK juga menegaskan bahwa pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE adalah delik aduan, yang berarti hanya dapat diproses berdasarkan laporan dari individu yang merasa dirugikan, bukan institusi.
Putusan ini memberikan batasan tegas agar aparat penegak hukum tidak menyalahgunakan pasal tersebut untuk membungkam kritik terhadap pemerintah. Dalam negara demokrasi, kata Mahkamah, kritik adalah bagian tak terpisahkan dari mekanisme pengawasan dan hak konstitusional warga negara.
“Jika kritik dibungkam dengan tuduhan pencemaran nama baik, maka akan mengikis kebebasan berpendapat dan membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan,” tegas Arief.
Dengan keluarnya putusan ini, Mahkamah berharap pasal-pasal UU ITE dapat diterapkan secara lebih adil, proporsional, dan tidak menyasar pada hak berekspresi publik.
