Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan jadwal pelaksanaan pemilu nasional dan lokal dinilai Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) sebagai jawaban atas kompleksitas sistem pemilu di Indonesia. Putusan tersebut disampaikan MK pada Kamis (26/6/2025), dalam perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perludem.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa pemilihan anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah tidak lagi dilaksanakan bersamaan dengan pemilu nasional. Sebaliknya, pemilu lokal akan diselenggarakan dua hingga dua setengah tahun setelah pelantikan presiden, wakil presiden, serta anggota DPR dan DPD.
Program Manajer Perludem, Fadli Ramadhanil, menyatakan bahwa keputusan ini penting dalam menyederhanakan beban kerja penyelenggara pemilu serta memberikan waktu lebih baik bagi pemilih dan partai untuk berpartisipasi lebih bermakna.
“Bagi kita, ini adalah putusan yang sangat penting untuk menjawab masalah fundamental kerumitan dari penyelenggaraan pemilu kita,” ujarnya dalam sebuah diskusi daring, Jumat (27/6/2025).
Fadli menekankan bahwa desain pemilu yang terlalu padat selama ini justru mempersulit pelembagaan demokrasi. Perludem mengajukan permohonan ini dengan harapan agar pemilu nasional dan lokal bisa dijalankan secara lebih sistematis, tanpa mengorbankan kualitas partisipasi politik.
Ia menambahkan bahwa MK telah mempertimbangkan dampak keserentakan terhadap tiga aktor utama pemilu, yaitu pemilih, partai politik, dan penyelenggara. Format pemilu “lima kotak” ditambah pilkada di tahun yang sama dinilai menciptakan tekanan logistik dan administratif yang berlebihan.
Sementara itu, Peneliti Perludem Heroik M. Pratama menyebut putusan ini sebagai kelanjutan dari Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019, yang sebelumnya menawarkan enam opsi keserentakan pemilu. Namun selama lima tahun terakhir, tidak ada revisi signifikan dalam UU Pemilu yang mengakomodasi opsi-opsi tersebut.
“Sehingga Mahkamah dalam putusan ini melihat bahwa dari enam opsi yang sudah ditawarkan desain keserentakan di Putusan 55, salah satu opsi yang bisa menjawab kondisi faktual dan objektif dari berbagai permasalahan adalah pemilu serentak nasional dan lokal,” ungkap Heroik.
Putusan ini juga mendorong DPR dan Pemerintah segera merancang masa transisi untuk memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal secara konstitusional mulai tahun 2029. Perubahan ini diharapkan bisa meningkatkan efisiensi administrasi dan memperkuat akuntabilitas pemilu di tingkat lokal.