Jakarta – Rencana Kementerian Pertahanan membentuk hingga 500 batalyon militer menuai perhatian publik. Namun, menurut Brigjen TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang, Kepala Biro Informasi Pertahanan Kemenhan, proses tersebut tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat.
“Pembentukan satu batalyon saja butuh proses panjang, apalagi jika skalanya ratusan. Maka 500 batalyon tidak bisa terbentuk dalam waktu singkat,” ujar Frega dalam webinar di Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Frega menjelaskan, saat ini Kemenhan lebih memprioritaskan pembentukan 100 batalyon teritorial pembangunan. Unit-unit ini bukan dibentuk dari nol, melainkan melalui peningkatan status kompi-kompi terpisah di tubuh TNI Angkatan Darat.
“Kompi-kompi itu nanti dikembangkan menjadi batalyon, dan difungsikan untuk memperkuat sistem logistik nasional saat terjadi krisis seperti bencana atau konflik bersenjata,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa perubahan iklim dan tantangan ketahanan pangan menjadi pertimbangan penting pembentukan batalyon-batalyon tersebut. Frega menyebut bahwa pemanasan global bisa memicu berbagai potensi darurat yang mengancam stabilitas nasional.
“Ketahanan pangan adalah kebutuhan dasar. Maka dalam konteks pertahanan, itu harus dipastikan aman melalui keberadaan lumbung logistik yang dilindungi batalyon ini,” kata Frega.
Rencana 500 batalyon sebelumnya diungkap Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam pertemuan dengan Menhan Brunei. Pernyataan itu sempat menuai pertanyaan karena dianggap ambisius.
Sementara itu, Kemenhan memastikan bahwa konsep wajib militer juga masih dalam tahap kajian dan tidak akan diterapkan tanpa perhitungan matang, terutama soal anggaran.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang Indonesia dalam membangun sistem pertahanan berlapis yang adaptif terhadap ancaman global yang terus berkembang.