Jakarta – Presiden ketujuh Republik Indonesia, Joko Widodo, menyatakan dirinya sedang melakukan kalkulasi politik untuk memutuskan apakah akan mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PSI pada kongres partai yang dijadwalkan Juli 2025 mendatang. Meski belum secara resmi mendaftar, Jokowi menegaskan bahwa dirinya masih memiliki waktu untuk mempertimbangkan keputusan tersebut.
“Ya masih dalam kalkulasi. Jangan sampai kalau nanti misalnya saya ikut saya kalah,” ujar Jokowi saat ditemui pada Rabu (14/5/2025), menanggapi pertanyaan seputar peluang dirinya menggantikan Kaesang sebagai pimpinan partai.
Menurutnya, sistem pemilihan e-voting yang digunakan PSI memerlukan pertimbangan matang karena memberikan hak suara kepada setiap anggota partai secara langsung. “Yang saya tahu katanya mau pakai e-voting, one man, one vote. Seluruh anggota diberi hak untuk memilih. Yang sulit di situ,” jelasnya.
Sampai saat ini, PSI masih membuka pendaftaran calon ketua umum. Proses ini merupakan bagian dari dinamika internal yang diarahkan untuk menyambut kepemimpinan baru dan memperkuat fondasi partai menjelang pemilu berikutnya.
Wakil Ketua Umum PSI sekaligus Ketua Steering Committee Pemilu Raya PSI, Andy Budiman, menyampaikan bahwa nama Jokowi memang masuk dalam radar internal sebagai sosok potensial. “Apakah Pak Jokowi akan menjadi calon? Kita doakan saja,” ucap Andy di Kantor DPP PSI, Jakarta Pusat, Selasa (13/5/2025).
Langkah Jokowi untuk mempertimbangkan posisi ini tidak lepas dari hubungan dekat antara dirinya dan PSI yang selama ini dikenal sebagai partai pendukung kebijakannya. Banyak kebijakan PSI dinilai sejalan dengan visi dan arah pemerintahan Jokowi, terutama terkait isu reformasi birokrasi, toleransi, dan antikorupsi.
Beberapa pengamat politik menilai bahwa keterlibatan Jokowi dalam PSI bisa menjadi strategi politik baru pasca kepemimpinannya sebagai presiden. Di bawah komando Jokowi, PSI dinilai bisa mengonsolidasikan basis dukungan dan memperluas jangkauan elektoral partai. Namun, risiko politis seperti tudingan nepotisme atau konflik kepentingan tetap menjadi perhatian.
Respons dari partai politik lain beragam. Partai NasDem menyatakan tidak mempermasalahkan kedekatan Jokowi dan PSI, sementara Partai Golkar menilai keputusan Jokowi tentu sudah melalui kalkulasi politik yang matang. Hal ini menunjukkan bahwa dinamika politik nasional sedang memasuki fase baru yang menarik untuk dicermati.
Kongres PSI mendatang akan menjadi panggung penting yang menentukan apakah Jokowi benar-benar akan mengambil langkah politik besar ini atau tetap berada di luar struktur partai.
