Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memastikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset akan dilakukan usai RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) rampung.
Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir sebagai respon terhadap tudingan bahwa parlemen menghambat pembahasan RUU tersebut.
“Jadi kita nunggu KUHAP dulu. Jangan sampai nanti kalau kita garap dulu, tiba-tiba KUHAP-nya ada aturan lain yang bertabrakan. Kalau begitu, kita harus revisi lagi,” ujar Adies di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (28/5/2025).
Menurut Adies, DPR sedang mempercepat penyelesaian RUU KUHAP dengan mengadakan rapat-rapat bahkan pada masa reses. Ia menekankan pentingnya keharmonisan antara hukum acara (KUHAP) dan RUU Perampasan Aset agar implementasinya bisa efektif dan tidak tumpang tindih.
RUU Perampasan Aset sejatinya telah lama masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, hingga kini belum disahkan meskipun sudah beberapa kali diajukan kembali, termasuk oleh Menko Polhukam Mahfud MD melalui Surat Presiden Nomor R-22/Pres/05/2023 pada Mei 2023.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa pembahasan revisi KUHAP terus dikebut agar bisa diberlakukan bersamaan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan efektif mulai 1 Januari 2026.
“Kita kejar waktu agar per 1 Januari 2026 kita sudah punya KUHAP yang baru dan berlaku bersamaan dengan hukum materilnya, yaitu KUHP,” kata Habiburokhman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum beberapa waktu lalu.
Habiburokhman juga menyampaikan bahwa DPR akan terus mengadakan rapat RDPU selama masa reses, demi menjaring partisipasi publik dan memperkuat substansi RUU KUHAP.
Meskipun RUU Perampasan Aset belum masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025, sejumlah kalangan menilai percepatan pengesahan regulasi ini sangat penting, terutama dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Dengan penegasan ini, DPR ingin menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan pembahasan RUU secara bertahap namun terstruktur, dimulai dari penguatan dasar hukum acara pidana yang menjadi kerangka kerja bagi penegakan hukum lebih lanjut.
