Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan siap bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada masa jabatan Nadiem Anwar Makarim. Kejagung tengah menangani kasus pengadaan laptop Chromebook, sementara KPK menyelidiki pengadaan layanan Google Cloud.
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, mengatakan koordinasi akan dilakukan untuk bertukar informasi. “Pada prinsipnya kita siap bekerja sama dalam penanganan perkara,” ujarnya, Selasa (12/8/2025). Ia menambahkan, kerja sama teknis masih menunggu perkembangan lebih lanjut.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan kedua perkara berbeda namun saling berkaitan. Pengadaan Google Cloud diduga memiliki korelasi dengan proyek Chromebook yang kini dalam tahap penyidikan di Kejagung. KPK tidak menutup kemungkinan menetapkan Nadiem sebagai tersangka jika ditemukan bukti yang cukup.
Nadiem telah diperiksa KPK selama hampir 9,5 jam pada 7 Agustus 2025 terkait kasus Google Cloud, yang disebut memiliki kontrak Rp400 miliar per tahun selama tiga tahun. KPK menelusuri dugaan markup harga, potensi kerugian negara, dan kemungkinan kebocoran data.
Sementara itu, Kejagung telah lebih dulu menyidik kasus Chromebook sejak Mei 2025 dengan kerugian negara diperkirakan Rp1,98 triliun. Pengadaan 1,2 juta unit Chromebook senilai Rp9,3 triliun dinilai bermasalah karena spesifikasi diarahkan ke produk ChromeOS dan pengadaan dilakukan terburu-buru. Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk mantan pejabat Kemendikbudristek dan konsultan teknologi.
Berdasarkan konstruksi perkara Kejagung, Nadiem disebut memberi arahan langsung sejak 2019 untuk menggunakan perangkat berbasis ChromeOS dalam program TIK 2020–2022, termasuk mengadakan pertemuan dengan pihak Google. Kajian awal yang tidak memuat ChromeOS disebut ditolak dan diubah menjadi dasar pengadaan resmi.
Baik Kejagung maupun KPK menegaskan akan melanjutkan penanganan perkara secara paralel, dengan supervisi dan pertukaran data guna mempercepat proses hukum dan menghindari tumpang tindih kewenangan.