Jakarta – Eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan (Noel) menyatakan mengakui kesalahan dan tidak akan menempuh praperadilan atas status tersangkanya dalam perkara dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Pernyataan itu disampaikan Noel saat tiba untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa (2/9/2025) pukul 16.20 WIB.
Perkara yang menjerat Noel bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (20/8/2025) yang mengamankan 14 orang. Dari jumlah tersebut, 11 orang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Noel. Mereka kemudian ditahan untuk masa penahanan awal 20 hari, terhitung sejak Jumat (22/8/2025) sampai Rabu (10/9/2025) di Rutan KPK Gedung Merah Putih.
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga adanya praktik pemerasan dalam layanan sertifikasi K3 sejak 2019 hingga 2025. Modusnya, pekerja dipaksa membayar di luar tarif resmi PNBP sebesar Rp275 ribu; tanpa “uang tambahan” proses diperlambat. Nilai dugaan pemerasan ini disebut mencapai sekitar Rp81 miliar.
“Seperti pasti penyidiknya luar biasa dan ya saya mengakui kesalahan saya dan saya mempertanggungjawabkan kesalahan saya,” kata Noel kepada awak media saat akan menjalani pemeriksaan penyidik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (2/9/2025).
Ketika ditanya soal kemungkinan mengajukan praperadilan, Noel menjawab singkat, “Enggak, enggak usah.” Pernyataan ini mempertegas sikapnya menerima proses hukum yang tengah berjalan.
Dari hasil penelusuran awal penyidik, uang hasil pemerasan diduga mengalir ke Noel sekitar Rp3 miliar. Dana tersebut antara lain disebut digunakan untuk renovasi rumah dan pembelian sepeda motor Ducati Scrambler berwarna hitam-biru. KPK mendalami arus uang, peran pihak-pihak di internal Kemnaker, serta keterlibatan penyelenggara pelatihan atau lembaga perantara dalam skema sertifikasi K3, termasuk pola penetapan biaya tidak resmi hingga kewajiban setoran.
Secara kelembagaan, KPK mengonfirmasi bahwa unsur pemerasan mengakibatkan biaya sertifikasi membengkak hingga sekitar Rp6 juta per orang. Selain merugikan masyarakat pekerja, praktik ini berpotensi menggerus kualitas tata kelola K3 di tempat kerja karena orientasi pungutan menggeser standar layanan publik yang semestinya terukur dan transparan.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan pengakuan Noel dan pemeriksaan lanjutan hari ini, fokus penyidikan diarahkan pada penguatan alat bukti, pemetaan aliran dana, serta pengembalian kerugian melalui pemulihan aset.
Pada akhirnya, keberhasilan penanganan perkara ini akan ditentukan oleh kecermatan pembuktian unsur pemerasan, keterkaitan antar pelaku, dan pengawasan pemanfaatan PNBP agar praktik serupa tidak berulang dalam layanan sertifikasi yang menyangkut keselamatan pekerja.