Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tujuh orang saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi (TPK) kuota haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag), pada Rabu (3/9/2025). Dari jumlah tersebut, empat di antaranya merupakan pimpinan biro travel haji yang diduga terlibat dalam pengelolaan kuota haji khusus.
Mereka adalah Luthfi Abdul Jabbar (Direktur/Pemilik PT Perjalanan Ibadah Berkah, sekaligus Komisaris PT Perjalanan Sunnah Terindah), Mohammad Farid Aljawi (Direktur Utama PT Tur Silaturrahmi Nabi/Tursina Tours), Wawan Ridwan Misbach (Direktur Utama PT Qiblat Tour), serta Mifdlol Abdurrahman (Direktur Nur Ramadhan Wisata 2023/2024). Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
“Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan korupsi kuota haji untuk penyelenggaraan tahun 2023–2024,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis, Rabu (3/9/2025).
Selain empat pimpinan travel, KPK juga memanggil tiga saksi lain, yaitu Nila Aditya Devi (Staf Asrama Haji Bekasi), Ridwan Kurniawan (mantan staf Kasi Pendaftaran Kemenag RI 2012–2021), dan Nasrullah (Kepala Kantor Urusan Haji KJRI Jeddah). Materi pemeriksaan belum dipublikasikan dan akan disampaikan setelah seluruh saksi selesai dimintai keterangan.
Kasus dugaan korupsi ini telah masuk tahap penyidikan sejak Jumat (8/8/2025), berdasarkan surat perintah penyidikan umum tanpa menetapkan tersangka. Kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan lebih dari Rp1 triliun.
Tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jamaah diberikan Arab Saudi kepada Indonesia pada 2023 setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi. Berdasarkan SK Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tertanggal 15 Januari 2024, pembagian kuota dilakukan dengan porsi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Dari kuota khusus, 9.222 dialokasikan bagi jamaah dan 778 untuk petugas, sementara pengelolaan diserahkan ke biro travel swasta.
Namun, hasil penyelidikan KPK menemukan adanya praktik jual beli kuota haji khusus dengan dugaan keterlibatan oknum Kemenag dan sejumlah biro travel. Setoran per kuota yang diberikan kepada pejabat Kemenag berkisar USD 2.600–7.000 atau sekitar Rp41,9 juta hingga Rp113 juta per kuota dengan kurs Rp16.144,45.
Sementara itu, 10.000 kuota reguler didistribusikan ke 34 provinsi dan dikelola langsung oleh Kemenag. Jawa Timur memperoleh kuota terbesar dengan 2.118 jamaah, disusul Jawa Tengah sebanyak 1.682, serta Jawa Barat 1.478 jamaah.
KPK menilai pembagian kuota tersebut melanggar ketentuan Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur komposisi kuota 92 persen reguler dan 8 persen khusus. Perubahan komposisi itu diduga menyebabkan sebagian dana haji yang seharusnya masuk kas negara dialihkan ke pihak swasta.
Dengan pemeriksaan para saksi ini, KPK berupaya menelusuri alur distribusi kuota tambahan haji, pihak-pihak yang mendapat keuntungan, serta dugaan penyalahgunaan wewenang di tubuh Kemenag dan biro travel.
