Denpasar – “Beras pun butuh proses panjang sebelum jadi nasi,” ungkap Lolly Suhenty, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, menanggapi kritik bahwa lembaganya hanya “makan gaji buta” selama masa non-tahapan pemilu.
Dalam acara Konsolidasi Nasional Perempuan Pengawas Pemilu di Bali pada Sabtu malam (21/12/2024), Lolly mengakui tuduhan tersebut sering muncul. “Banyak yang bertanya, ‘Kalau bukan masa pemilu, Bawaslu kerja apa?’,” katanya. Namun, ia menegaskan pentingnya masa tersebut untuk membangun kesadaran publik terhadap pentingnya pemilu bersih dan adil.
Menurut Lolly, masyarakat sering kali lupa bahwa membangun kesadaran tidak instan, melainkan melalui proses panjang. “Di zaman serba digital, orang ingin semuanya cepat. Tapi kesadaran publik butuh waktu,” jelasnya, membandingkan proses ini dengan bertani yang memerlukan kerja keras sebelum menuai hasil.
Selain itu, masa non-tahapan digunakan Bawaslu untuk menerima kritik dari masyarakat sebagai bahan evaluasi. Ia menegaskan bahwa lembaga pengawas pemilu ini tidak antikritik. “Kritik itu kami terima, kami refleksi, dan jadikan sebagai koreksi,” tambahnya.
Ketua Divisi Partisipasi Masyarakat dan Pengawasan ini juga menyampaikan, melalui berbagai kegiatan, seperti konsolidasi ini, Bawaslu merumuskan strategi untuk pemilu mendatang, termasuk Pemilu 2029. “Kami berupaya menanamkan kesadaran sejak dini agar lebih siap menghadapi tantangan ke depan,” imbuh Lolly.
Sebagai langkah nyata, Bawaslu juga mengedukasi masyarakat melalui berbagai program untuk meningkatkan partisipasi dan pemahaman mereka tentang pemilu. Lolly berharap kesadaran publik akan menjadi bekal penting dalam membangun demokrasi yang lebih kuat.
Dengan menyambut kritik secara terbuka dan menjalankan refleksi, Bawaslu ingin menunjukkan bahwa peran mereka tidak hanya relevan pada masa tahapan pemilu, tetapi juga di luar itu.