Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengusut secara tuntas kasus beras oplosan yang diduga melibatkan sejumlah perusahaan besar di Indonesia. Ia menegaskan bahwa praktik kecurangan dalam distribusi beras ini tidak bisa ditoleransi karena berdampak langsung pada masyarakat.
“Kupas dan selidiki dengan tuntas terkait dengan beras oplosan. Jadi jangan sampai kemudian terkait dengan beras ini, merugikan rakyat,” kata Puan di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).
Puan juga menyatakan bahwa DPR akan mengawasi kasus ini melalui komisi-komisi terkait agar tidak dibiarkan berlarut-larut. Menurutnya, siapa pun yang terlibat harus diproses hukum sesuai aturan yang berlaku.
Sementara itu, Bareskrim Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) telah memeriksa empat perusahaan yang diduga terlibat. Keempat perusahaan itu adalah Wilmar Group (WG), Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ), Belitang Panen Raya (BPR), dan Sentosa Utama Lestari/Japfa Group (SUL/JG).
“Betul, masih dalam proses pemeriksaan,” ujar Brigjen Helfi Assegaf, Dirtipideksus Bareskrim Polri.
Produk-produk dari Wilmar yang diperiksa meliputi merek Sania, Sovia, dan Fortune. FSTJ diperiksa atas produk merek Alfamidi Setra Pulen dan beberapa varian Setra Ramos. BPR terkait merek Raja Platinum dan Raja Ultima, sementara SUL/JG melalui produk Ayana.
Pemeriksaan ini merupakan tindak lanjut dari temuan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang mengungkap praktik kecurangan oleh 212 produsen beras setelah melakukan investigasi terhadap 268 merek. Hasil dari 13 laboratorium di 10 provinsi menunjukkan bahwa 85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual di atas harga eceran tertinggi, dan 21 persen tidak sesuai berat kemasan.
“Temuan ini telah dilaporkan secara resmi ke Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti,” ujar Amran.
Ia juga menyoroti anomali harga beras yang tetap tinggi meski produksi nasional diperkirakan meningkat menjadi 35,6 juta ton menurut FAO, jauh di atas target nasional 32 juta ton.
Dengan adanya dorongan kuat dari DPR dan upaya investigasi yang telah dilakukan oleh pemerintah, publik berharap kasus ini dapat diusut secara transparan dan pelaku mendapat sanksi hukum yang tegas.