Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali meminta keterangan mantan Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Fiona Handayani (FH), terkait dugaan korupsi pengadaan layanan Google Cloud di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa (2/9/2025), untuk memperdalam rangkaian peristiwa sejak pengadaan berbasis sewa tersebut berjalan di masa pandemi.
Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, status perkara masih pada tahap penyelidikan dan kebutuhan klarifikasi terhadap berbagai pihak belum selesai. Lembaga antirasuah menelusuri dokumen kontrak, mekanisme pemesanan kapasitas cloud, hingga aliran pembayaran yang diduga melebihi kewajaran.
“Ya perkara tersebut masih di penyelidikan. Tentu memang masih dibutuhkan permintaan-permintaan keterangan dari para pihak terkait,” kata Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK.
Penelusuran KPK—sebagaimana pernah disampaikan pimpinan penindakan—mencakup metode sewa Google Cloud dan dugaan pembengkakan harga (markup). Selain itu, penyelidik juga memeriksa keterkaitan isu kebocoran data yang sempat mencuat dalam ekosistem digital pendidikan. Fokus ini mengarah pada tata kelola keamanan, kepatuhan terhadap standar perlindungan data, dan integrasi sistem yang menopang platform pembelajaran nasional.
“Artinya bahwa penyelidikan berkait dengan perkara Google Cloud ini, di KPK masih terus berprogres. Nanti kami akan sampaikan hasilnya seperti apa,” ujar Budi.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya menyatakan pendalaman dilakukan pada skema sewa dan nilai kontrak, termasuk apakah terdapat kelebihan pembayaran dibandingkan harga pasar layanan serupa.
“Ini yang sedang kita dalami. Apakah ini terjadi kemahalan. Ini yang sedang kita dalami,” ucap Asep.
Konteks perkara bermula saat Kemendikbudristek memperluas transformasi digital di masa Covid-19. Layanan cloud dipakai untuk penyimpanan data Platform Merdeka Mengajar (PMM) dan sistem digital penunjang asesmen, pengumpulan tugas, serta pengelolaan konten pembelajaran. Sejumlah sumber internal menyebut nominal penggunaan layanan mencapai ratusan miliar rupiah per tahun dan telah berjalan multiyears; KPK kini memverifikasi kebenaran, output layanan yang diterima, dan justifikasi perencanaan kebutuhan komputasi awan.
Selain memeriksa Fiona—yang sudah beberapa kali dimintai keterangan—penyelidik juga menautkan berkas perkara ini dengan investigasi di instansi penegak hukum lain atas pengadaan perangkat pendukung seperti Chromebook dan lisensi perangkat lunak yang pernah dilaksanakan lintas tahun anggaran. Pemetaan ini ditujukan untuk memisahkan mana komponen yang berdiri sendiri dan mana yang saling berkaitan, sehingga tidak terjadi tumpang tindih penanganan.
“Makanya ada kebocoran data dan lain-lain waktu itu kan. Nah itu juga sedang kita dalami. Apakah itu memang satu bagian yang sama atau bagian yang berbeda pengadaannya,” kata Asep menambahkan.
Secara prosedural, KPK diharapkan menilai tiga hal: pertama, kesesuaian perencanaan kebutuhan (capacity planning) dengan realisasi pemakaian; kedua, basis pembandingan harga (benchmarking) terhadap layanan cloud yang sepadan; ketiga, kepatuhan pengadaan terhadap regulasi, termasuk pemilihan penyedia, mekanisme pembayaran, dan pengelolaan data pribadi pelajar, guru, dosen, serta tenaga kependidikan. Temuan pada aspek mana pun berpotensi menjadi pintu masuk penetapan pihak bertanggung jawab, apabila bukti awal terpenuhi.
Hingga pemeriksaan kali ini, KPK belum mengumumkan adanya tersangka. Pemeriksaan terhadap Fiona Handayani menjadi bagian dari konstruksi besar penyelidikan—mulai dari perencanaan, eksekusi kontrak, hingga pengawasan layanan—yang akan menentukan arah penanganan perkara.