Jakarta – Anggota DPR RI, Novita Hardini, SE., ME., menolak rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada sekolah berstandar internasional. Ia menilai kebijakan tersebut dapat menghambat akses masyarakat terhadap pendidikan berkualitas dan menimbulkan dampak jangka panjang yang merugikan.
“Dengan adanya sekolah internasional, sekolah nasional memiliki tolak ukur untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kebijakan ini justru memperlebar jurang akses pendidikan berkualitas di dalam negeri,” tegas Novita pada Selasa (17/12/2024).
Novita menjelaskan bahwa banyak orang tua menyekolahkan anaknya di sekolah internasional bukan karena mereka kaya, melainkan karena kesadaran akan pentingnya pendidikan. Menurutnya, jika biaya pendidikan di sekolah internasional melonjak akibat kenaikan PPN, dampaknya akan langsung dirasakan masyarakat.
Sekolah internasional bergantung pada teknologi, kurikulum global, dan infrastruktur modern. Kenaikan PPN akan meningkatkan biaya operasional, mengurangi daya saing lulusan, dan menurunkan kualitas pendidikan.
“Harapan anak bangsa untuk bersaing di tingkat global bisa pupus jika beban biaya semakin tinggi,” tambah Novita.
Kenaikan biaya dapat menyebabkan penurunan minat siswa baru, yang berujung pada masalah keberlanjutan sekolah internasional. Selain itu, investor pendidikan akan menghadapi tantangan dalam menjaga operasional sekolah.
“Investor bisa kehilangan minat, dan ini berdampak pada keberlanjutan investasi di sektor pendidikan,” ungkap Novita.
Novita meminta pemerintah mempertimbangkan ulang kebijakan tersebut demi masa depan pendidikan nasional yang lebih inklusif. “Kita harus berpikir jangka panjang. Pendidikan berkualitas harus dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat,” katanya.
Saat ini, terdapat 198 sekolah internasional di Indonesia, menjadikan negara ini destinasi utama pendidikan internasional di Asia Tenggara. Novita menegaskan, keberadaan sekolah internasional harus menjadi pendorong peningkatan standar pendidikan nasional.