Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi kuota haji Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023–2024. Sejak perkara ini naik ke tahap penyidikan pada Jumat (8/8/2025), fokus lembaga antirasuah tersebut masih pada pengumpulan barang bukti dari hasil serangkaian penggeledahan di sejumlah lokasi.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa langkah penggeledahan dilakukan untuk mencegah hilangnya dokumen maupun alat bukti elektronik yang relevan dengan kasus tersebut.
“Jadi, bukti-bukti, apakah itu catatan atau itu dalam bentuk barang bukti elektronik, atau lainnya, itu yang harus segera kami amankan, makanya kami melakukan penggeledahan terlebih dahulu,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (25/8/2025).
Menurut Asep, setelah bukti terkumpul, KPK akan memanggil sejumlah pihak terkait untuk dimintai keterangan.
“Geledah terlebih dahulu, kemudian kami kumpulkan bukti-buktinya. Setelah itu, baru terhadap bukti yang kami miliki, dipanggil lah orangnya untuk kami lakukan konfirmasi,” ucapnya. Ia menambahkan, pemanggilan saksi-saksi dijadwalkan mulai akhir pekan ini atau pada pekan depan.
Kasus dugaan korupsi kuota haji berawal dari tambahan kuota 20.000 jamaah yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia usai pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi pada 2023. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tertanggal 15 Januari 2024, pembagian kuota tambahan itu adalah 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Dari kuota haji khusus, 9.222 diperuntukkan bagi jamaah dan 778 untuk petugas, dengan pengelolaan diserahkan kepada biro travel haji swasta. Namun, KPK menemukan adanya praktik jual-beli kuota haji khusus yang diduga melibatkan oknum pejabat Kemenag dan sejumlah penyelenggara perjalanan haji. Harga setoran yang diberikan pihak travel kepada pejabat disebut bervariasi antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS per kuota, setara Rp41,9 juta hingga Rp113 juta.
Sementara itu, 10.000 kuota haji reguler dibagikan ke seluruh provinsi, dengan Jawa Timur mendapatkan alokasi terbesar sebanyak 2.118 jamaah. Namun, pola distribusi kuota yang diatur dalam SK tersebut diduga melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan proporsi kuota 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Perubahan komposisi ini ditengarai menyebabkan sebagian dana haji yang semestinya masuk ke kas negara dialihkan ke travel swasta.
Kerugian negara akibat dugaan korupsi ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun. Meski demikian, hingga saat ini penyidikan masih dalam tahap awal, dan KPK menegaskan penetapan tersangka baru akan dilakukan setelah bukti dinilai cukup kuat.
Dengan demikian, perkembangan kasus ini akan sangat ditentukan oleh hasil pemeriksaan saksi serta analisis bukti yang berhasil diamankan penyidik dalam beberapa pekan mendatang.
