Jakarta — Presiden Prabowo Subianto menjelaskan alasan pemerintah tetap memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai Januari 2025. Kenaikan tersebut, menurut Prabowo, merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
“PPN adalah undang-undang, jadi harus kita laksanakan. Namun, penerapannya selektif, hanya untuk barang mewah,” tegas Prabowo saat ditemui di Istana Merdeka, Sabtu (7/12/2024).
Prabowo menambahkan, kebijakan ini tidak akan membebani rakyat kecil. Pemerintah memastikan barang kebutuhan pokok dan layanan langsung kepada masyarakat tetap dikenakan PPN sebesar 11%.
“Pemerintah sudah melindungi rakyat kecil. Bahkan sejak 2023, ada kebijakan pembebasan pajak untuk beberapa kebutuhan rakyat,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan dukungan terhadap kebijakan kenaikan PPN tersebut. Menurutnya, kebijakan ini disusun berdasarkan situasi ekonomi terkini dan tidak akan merugikan masyarakat berpenghasilan rendah.
Dasco juga mengungkapkan bahwa DPR telah menyampaikan tiga usulan kepada pemerintah terkait perpajakan.
“Pertama, PPN 12% diterapkan untuk barang mewah saja. Kedua, barang pokok tetap di angka 11%. Ketiga, pemerintah diminta mengkaji penurunan pajak untuk kebutuhan langsung masyarakat,” paparnya.
Prabowo pun telah meminta Menteri Keuangan dan kementerian terkait untuk segera mengevaluasi usulan tersebut. Pemerintah diharapkan mampu menyeimbangkan kebijakan perpajakan dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Kami akan mempertimbangkan usulan dari DPR dan masyarakat. Kajian ini akan menjadi prioritas,” tambah Prabowo.
Kenaikan PPN ini menuai beragam respons dari pelaku usaha dan masyarakat. Pemerintah pun diharapkan terus memberikan insentif untuk sektor-sektor strategis guna menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi.
