Jakarta – Angin segar menyapa pasar valuta asing Tanah Air pada awal pekan ini. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat 0,29% ke posisi Rp16.390, menjelang pengumuman data pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Menurut data Bloomberg, rupiah sempat dibuka di posisi Rp16.430 per dolar AS pada Senin pagi (5/5/2025), kemudian terus menguat hingga pukul 09.40 WIB.
Namun, para ekonom memperingatkan potensi depresiasi rupiah seiring kekhawatiran pasar terhadap pelemahan pertumbuhan ekonomi nasional dan kuatnya data ketenagakerjaan Amerika Serikat.
“Sepertinya akan ada pergerakan terdepresiasi tipis ke level Rp16.420 hingga Rp16.620 per dolar AS,” ungkap Fikri C Permana, Senior Economist dari KB Valbury.
Ia menjelaskan bahwa ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih lambat dari perkiraan menjadi salah satu penyebab utama tekanan terhadap rupiah.
Selain itu, data tenaga kerja AS yang solid, termasuk non-farm payrolls, turut memberi kekuatan pada dolar dan menambah tekanan eksternal terhadap mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.
Meski begitu, sentimen dari sisi global juga menunjukkan peluang penguatan. Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, melihat bahwa pernyataan Presiden AS Donald Trump soal kebijakan tarif terhadap Tiongkok memberi harapan pada tercapainya kesepakatan baru. Hal ini, menurutnya, bisa menguntungkan rupiah.
“Rupiah diperkirakan akan kembali menguat terhadap dolar AS oleh harapan kesepakatan tarif antara Cina dan AS,” ujarnya. Lukman memproyeksikan nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.400–Rp16.500 per dolar AS sepanjang hari ini.
Pergerakan rupiah di tengah sentimen campuran ini mencerminkan ketidakpastian arah ekonomi global dan domestik. Sementara pasar menanti kepastian dari data PDB Indonesia, investor tetap mencermati kebijakan eksternal seperti suku bunga The Fed dan dinamika geopolitik AS-Tiongkok yang berpotensi memberi tekanan jangka pendek terhadap nilai tukar.
