Bogor – Wisata hiburan Hibisc Fantasy Puncak yang dibongkar oleh Satpol PP atas instruksi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ternyata dimiliki oleh beberapa perusahaan dari berbagai kota. Investasi di tempat wisata yang dianggap melanggar izin tersebut berasal dari pengusaha di Semarang, Jakarta, dan Bogor, dengan pengelolaan oleh PT Jaswita Lestari Jaya (JLJ), anak perusahaan BUMD Jawa Barat, PT Jasa dan Kepariwisataan (Jaswita).
PT JLJ sendiri diketahui didirikan pada tahun 2018 dengan modal awal Rp60 miliar. Awalnya, mayoritas sahamnya, yaitu 70 persen, dimiliki oleh PT Jaswita Jabar, sementara 29 persen dipegang oleh PT Lestari Abadi Mandiri dan 1 persen oleh PT Anugrah Jaya Agung. Namun, pada 2023, kepemilikan saham mengalami perubahan, di mana 30 persen saham PT JLJ kini dimiliki oleh PT Bajo Tirta Juara.
“Siapa yang punya modalnya sih?” tanya Dedi Mulyadi kepada perwakilan pemilik modal dalam pertemuan yang dikutip dari akun Instagram @dedimulyadi71, Sabtu (8/3/2025).
“Yang punya PT Laksmana, domisilinya Semarang. Ada juga yang dari Jakarta dan Bogor. Namanya saya tidak tahu (yang Jakarta dan Bogor),” jawab perwakilan tersebut.
Dalam pengelolaan Hibisc Fantasy Puncak, PT JLJ juga bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN 8). Proyek ini semula dirancang sebagai kawasan wisata unggulan, tetapi dalam praktiknya ditemukan berbagai pelanggaran, termasuk penggunaan lahan yang melebihi izin.
Sejak awal, tempat wisata ini hanya diberikan izin mengelola 4.800 meter persegi, tetapi nyatanya meluas hingga 15.000 meter persegi, bahkan mencaplok lahan di sekitar sungai dan perkebunan teh milik PTPN. Akibatnya, Pemkab Bogor sempat menyegel tempat ini sehari setelah beroperasi pada 11 Desember 2024, tetapi pengelola tetap menjalankan operasional dengan alasan sedang menyelesaikan dokumen izin.
“Banyak pelanggarannya, mulai dari lingkungan hingga ketinggian bangunan yang tidak sesuai aturan,” tegas Dedi.
Setelah pembongkaran, lahan yang sebelumnya digunakan untuk hiburan ini akan dikembalikan ke fungsi awalnya sebagai area hijau. Pemprov Jabar menegaskan bahwa kawasan ini akan direhabilitasi menjadi hutan yang dikelola pemerintah untuk mengembalikan keseimbangan ekologis.
Dengan adanya kasus ini, PT Jaswita Jabar sebagai induk PT JLJ juga mendapat sorotan. Perusahaan BUMD ini diketahui mengelola berbagai aset, mulai dari Waduk Darma, Gedung De Majestic, Pasar Kreatif Jawa Barat, hingga hotel seperti Grand Hotel Preanger dan Hotel Aryaduta Bandung. Direktur Utama PT JLJ, Ridha Wirahman, dan Direktur Operasional Angga Syafriel Prasetyo Latief menyatakan akan mengevaluasi pengelolaan aset mereka agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
