Jakarta – Proses seleksi calon Wakil Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2025–2030 yang dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuai kritik. Center for Budget Analysis (CBA) menilai pelaksanaan seleksi ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS.
Direktur CBA, Uchok Sky Khadafi, mengungkapkan bahwa dua dari lima nama yang lolos seleksi tahap kedua diketahui masih menjabat di perusahaan sektor keuangan, seperti perbankan dan asuransi. Hal ini, menurutnya, bertentangan dengan ketentuan pasal 66 dan 67 UU LPS yang secara eksplisit melarang calon pimpinan LPS memiliki jabatan eksekutif di lembaga keuangan saat proses seleksi berlangsung.
“Sri Mulyani sebagai ketua pansel diduga melanggar UU tentang LPS. Jadi produknya bisa menjadi masalah di kemudian hari,” kata Uchok di Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Lima nama yang telah lolos dan diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto adalah Andry Asmoro (Bank Mandiri), Andy Samuel (Asuransi Jasa Indonesia), Doddy Zulverdi (Bank Indonesia), Farid Azhar Nasution (LPS), dan Imansyah Purnabakti (OJK). Uchok menyebut dua nama di antaranya—yang berasal dari perbankan dan asuransi—masih aktif menjabat di institusi keuangan, yang semestinya didiskualifikasi.
Ia merujuk pada dokumen resmi pansel tertanggal 28 April 2025 yang ditandatangani oleh Sri Mulyani, di mana dalam ketentuan pendaftaran disebutkan bahwa calon harus bersedia tidak menjabat sebagai konsultan, pegawai, pengurus, atau pemilik lembaga keuangan saat ditetapkan.
“Kuat dugaan melanggar UU LPS. Jika ada semacam ‘penyesuaian’ aturan, tentu tak salah jika ada pandangan, patut diduga ada kepentingan tersembunyi dari aksi ini,” tegas Uchok.
Sri Mulyani dalam keterangan sebelumnya menyatakan bahwa lima nama yang lolos seleksi telah diserahkan kepada Presiden untuk diproses lebih lanjut. Ia tidak memberikan tanggapan terhadap tudingan pelanggaran tersebut.
Proses seleksi ini menjadi sorotan publik karena posisi Wakil Ketua DK LPS sangat strategis dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Jika proses seleksi cacat prosedural, hal ini dikhawatirkan dapat merusak kredibilitas LPS sebagai lembaga penjamin dana masyarakat di perbankan.
