Jakarta – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengambil alih penanganan polemik batas administrasi antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara terkait klaim atas empat pulau di wilayah perbatasan kedua provinsi. Langkah ini diambil untuk meredam potensi konflik dan memastikan keputusan yang adil berdasarkan hukum dan data historis.
Hal ini disampaikan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, di Jakarta, Senin (16/6/2025). Ia menegaskan bahwa penyelesaian sengketa batas wilayah antarprovinsi menjadi wewenang pemerintah pusat, sebagaimana diatur dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Presiden mengambil alih ini langsung dan dijanjikan secepatnya akan diselesaikan,” kata Hasan Nasbi di hadapan awak media.
Hasan menjelaskan bahwa pemerintah daerah memiliki wewenang administratif, bukan kedaulatan wilayah. Oleh karena itu, konflik antarprovinsi seperti yang terjadi antara Aceh dan Sumut harus diselesaikan oleh pemerintah pusat melalui pendekatan dialogis dan damai.
“Karena ini bahasanya kita sama-sama anak bangsa. Kita tidak sedang bersengketa dengan negara lain. Jadi penyelesaiannya pun harus dengan cara yang dingin dan dialogis,” tambah Hasan.
Empat pulau yang menjadi objek sengketa adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 sebelumnya telah menetapkan bahwa pulau-pulau tersebut masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Namun, Pemerintah Aceh menolak keputusan tersebut karena merasa memiliki keterikatan historis dan administratif terhadap wilayah tersebut, terutama karena kedekatannya dengan Kabupaten Aceh Singkil.
Konflik mengenai batas wilayah ini sebenarnya telah berlangsung lama, tercatat sejak tahun 1928. Namun, keputusan yang memicu kembali perdebatan muncul baru-baru ini dan memunculkan reaksi keras dari kedua belah pihak. Pemerintah pusat berupaya memastikan bahwa penyelesaian masalah ini dilakukan berdasarkan data faktual dan dengan melibatkan kedua pemerintah daerah.
Hasan Nasbi membuka peluang adanya pertemuan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut guna menyalurkan aspirasi sebelum keputusan akhir diambil oleh Presiden. Ia menekankan bahwa aspek sejarah, administrasi, dan masukan masyarakat akan menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan keputusan tersebut.
