Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan korupsi dalam pembagian kuota haji yang melibatkan pengusaha travel haji dan umrah. Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa praktik ini bermula dari tambahan kuota haji tahun 2023 setelah pemerintah Indonesia melakukan negosiasi dengan Arab Saudi.
Hasil negosiasi tersebut menghasilkan penambahan sebanyak 20.000 kuota haji. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018, pembagian kuota tersebut seharusnya terdiri atas 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, pada kenyataannya, pembagian yang dilakukan justru setara, yakni 10.000 kuota untuk masing-masing jenis.
Asep menyebut penyimpangan inilah yang menjadi fokus penyidikan. “Hal itu tidak sesuai dengan regulasi. Dari total 20 ribu kuota tambahan, 10 ribu didistribusikan ke haji khusus, yang biaya penyelenggaraannya lebih tinggi dan berpotensi memberikan keuntungan besar bagi pihak travel,” ujar Asep pada Rabu (6/8/2025).
Ia menambahkan, keuntungan tersebut diperoleh karena biaya penyelenggaraan haji khusus bisa jauh lebih mahal dibandingkan haji reguler. Dana yang terkumpul dari penyelenggaraan haji khusus pun menjadi lebih besar dan diduga dimanfaatkan oleh pelaku untuk kepentingan pribadi maupun korporasi.
Pihak travel, menurut Asep, menerima pembagian kuota dari asosiasi penyelenggara haji. “Pembagian dilakukan oleh asosiasi. Travel besar mendapatkan porsi lebih besar, travel kecil memperoleh lebih sedikit. Ini sesuai dengan posisi dan kapasitas mereka dalam asosiasi,” katanya.
Saat ini, KPK tengah menelusuri aliran dana yang diterima oleh sejumlah travel dari pembagian kuota tambahan tersebut. Pemeriksaan dilakukan terhadap berbagai pihak, termasuk Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Muhammad Farid Aljawi, serta Ketua Umum Kesatuan Travel Haji Umrah Indonesia (Kesthuri) Asrul Aziz.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa proses penyidikan terus berlanjut untuk membuktikan indikasi korupsi. “Kami mengumpulkan data mengenai berapa tambahan kuota haji khusus yang diterima setiap travel. Ini dilakukan untuk memastikan jumlah kuota 10 ribu itu benar-benar tersebar ke pihak-pihak tertentu secara melawan hukum,” kata Budi pada Selasa (5/8/2025).
KPK juga sedang mendalami berbagai laporan dan informasi tambahan dari masyarakat serta pihak lain yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan haji. Budi menegaskan bahwa fokus utama KPK saat ini adalah menelusuri kemungkinan adanya praktik suap dan gratifikasi terkait pembagian kuota tersebut.
Dengan temuan ini, KPK menyoroti pentingnya penataan kembali sistem pembagian kuota haji agar tidak disalahgunakan. Langkah ini dianggap perlu untuk mencegah praktik serupa terulang di masa mendatang dan untuk menjaga integritas penyelenggaraan ibadah haji oleh negara.