Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali menjadi perhatian publik setelah disepakati untuk dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyatakan dukungannya terhadap usulan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang menetapkan tiga RUU masuk dalam daftar prioritas, salah satunya terkait perampasan aset hasil tindak pidana.
Dalam rapat evaluasi Prolegnas yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (9/9/2025), Supratman menegaskan pemerintah siap membahas RUU tersebut. Menurutnya, DPR telah menepati janji untuk mengambil alih penyusunan draf RUU yang sebelumnya berada di ranah pemerintah.
“Pemerintah setuju apa yang menjadi usul inisiatif DPR terkait tiga RUU tadi untuk masuk dalam evaluasi Prolegnas 2025,” kata Supratman. Ia menambahkan, “Nanti naskah akademik maupun materi RUU-nya boleh kita sharing.”
Sebelumnya, Ketua Baleg DPR Bob Hasan menjelaskan bahwa RUU Perampasan Aset awalnya dimasukkan ke dalam Prolegnas Jangka Menengah 2024–2029 sebagai usulan pemerintah. Namun, kini RUU tersebut resmi diusulkan menjadi inisiatif DPR dengan dukungan penuh pemerintah.
Selain RUU Perampasan Aset, Baleg juga mengusulkan RUU tentang Kamar Dagang dan Industri serta RUU tentang Kawasan Industri untuk dimasukkan ke Prolegnas Prioritas 2025. Sementara itu, untuk Prolegnas Jangka Menengah 2025–2029, Baleg telah menerima sepuluh usulan RUU lain, mulai dari RUU Transportasi Online, RUU Patriot Bond, RUU Polri, hingga RUU Pekerja Platform Indonesia.
RUU Perampasan Aset sendiri dinilai penting karena menjadi instrumen hukum dalam upaya pemberantasan korupsi dan tindak pidana keuangan lain. Selama ini, mekanisme hukum yang ada dianggap belum cukup kuat untuk menjerat aset hasil kejahatan yang tidak terhubung langsung dengan tindak pidana pokok.
Dengan masuknya RUU ini ke dalam daftar prioritas, diharapkan proses legislasi dapat segera berjalan pada 2025. Pemerintah dan DPR sepakat bahwa regulasi ini mendesak untuk memberikan kepastian hukum serta memperkuat upaya pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana.