Jakarta – “Kita tidak boleh tidak memanusiakan orang.” Pernyataan ini dilontarkan Gubernur Daerah Khusus Jakarta, Pramono Anung, ketika menyampaikan pelarangan operasi yustisi usai mudik Lebaran tahun ini. Menurutnya, razia-razia yang menyasar para pendatang setelah Idulfitri bukanlah pendekatan yang bijak di tengah tantangan ekonomi.
Dalam keterangan resmi di Balai Kota pada Jumat (21/3/2025), Pramono menekankan bahwa banyak masyarakat dari berbagai daerah datang ke Jakarta usai Lebaran demi mengadu nasib dan mencari pekerjaan. Situasi ini menurutnya harus disikapi dengan pendekatan yang lebih beradab.
“Setelah mudik pasti ada gelombang masyarakat mencari harapan baru di Jakarta. Pemerintah tidak boleh menyambut mereka dengan cara tidak manusiawi seperti razia tanpa solusi,” ucapnya.
Sebagai gantinya, Pemprov DKI akan menggunakan data dari Dinas Dukcapil untuk mencatat para pendatang. Bagi mereka yang belum memiliki KTP Jakarta, keberadaannya harus dijamin oleh pihak tertentu.
“Kalau dia belum punya identitas Jakarta, maka harus jelas siapa yang menjamin dan ke mana tujuan tinggalnya. Itu pendekatan yang lebih transparan,” ujar Pramono.
Pemprov DKI juga menyiapkan solusi jangka panjang berupa pembukaan job fair serta pelatihan kerja di balai latihan yang akan ditingkatkan kualitasnya. Bahkan, Pramono mendorong pelatihan bahasa asing seperti Korea, Jepang, dan Mandarin untuk memperluas daya saing warga.
Menurutnya, langkah ini tak hanya menghindari konflik sosial, tetapi juga memberikan ruang bagi warga baru untuk berkembang secara terstruktur.
“Kami tahu Jakarta tetap jadi magnet bagi banyak orang. Tapi kami ingin yang datang benar-benar siap dan mampu bekerja dengan baik,” katanya.
Dengan pendekatan lebih humanis ini, Pramono berharap Jakarta tetap menjadi kota terbuka tanpa kehilangan ketertiban dan kualitas hidup warganya.