Jakarta – Gagasan menjadikan Kota Solo sebagai provinsi mandiri kembali muncul ke permukaan, namun tidak semua pihak menyambut hangat. Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Aria Bima, justru mempertanyakan urgensi dari ide pembentukan Daerah Istimewa Surakarta (DIS) tersebut.
Dalam pernyataannya pada Kamis (24/4/2025) di Kompleks Parlemen, Aria menilai bahwa wacana itu belum relevan di tengah kebutuhan pemerataan pembangunan nasional.
Ia juga menyebut Solo sudah berkembang sebagai kota dagang, pendidikan, dan industri, sehingga tidak memerlukan status istimewa.
“Ya, mulai ada keinginan, tapi saya melihat apakah relevansi untuk saat ini?” ujar Aria kepada wartawan.
Aria juga menyatakan bahwa pihaknya tidak terlalu tertarik membahas wacana tersebut, karena tidak melihat ada kebutuhan yang mendesak.
Ia menambahkan, pengajuan status keistimewaan tidak boleh hanya berlandaskan sejarah, tetapi harus melalui kajian akademis dan administratif yang komprehensif.
“Karena pada prinsipnya negara kesatuan ini, kita satu kesatuan wilayah, satu kesatuan ekonomi. Jangan sampai pemberian keistimewaan membuat daerah lain merasa tidak adil,” lanjutnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menyampaikan keterbukaan terhadap pemekaran provinsi selama tidak mengganggu stabilitas ekonomi.
Namun ia menegaskan bahwa semua usulan harus melalui studi mendalam dan tidak didorong oleh emosi atau kepentingan politik semata.
“Selama tidak mengganggu kestabilan ekonomi, kami terbuka terhadap pemekaran. Tapi semua harus melalui kajian yang matang,” ucap Luthfi pada Selasa (22/4/2025).
Hingga saat ini, usulan Daerah Istimewa Surakarta masih dalam tahap wacana. Belum ada langkah konkret untuk mewujudkannya, dan resistensi politik tampaknya menjadi tantangan utama realisasi ide tersebut.
Dengan berbagai pandangan yang berkembang, arah pembentukan provinsi baru dari Solo masih menjadi tanda tanya besar di tengah peta politik dan administratif Indonesia.