Jakarta – Presiden RI Prabowo Subianto dinilai berhasil memainkan strategi politik yang cermat dalam membangun kekuatan pemerintahannya. Sikap PDI Perjuangan yang memilih tidak berada dalam barisan oposisi maupun koalisi, dipandang sebagai langkah kompromi yang menguntungkan Prabowo dalam jangka panjang.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menyebut keputusan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk menjadi penyeimbang konstitusional merupakan respon atas amnesti yang diberikan Prabowo kepada Hasto Kristiyanto. Namun ia menilai, hubungan erat Prabowo dengan mantan Presiden Joko Widodo masih menjadi kendala bagi PDIP untuk masuk penuh ke koalisi.
“Relasi Megawati dan Prabowo cukup rumit, bukan karena mereka tidak bisa bersama, tapi karena ada pihak lain yang menentang, yaitu Jokowi. Maka PDIP tetap di luar, namun mendukung kebijakan Prabowo, apalagi Puan Maharani ada di pimpinan DPR,” ujar Dedi, Minggu (3/8/2025).
Ia menduga tekanan terhadap posisi Hasto Kristiyanto di internal partai dan pelantikan struktur DPP tanpa dirinya merupakan bagian dari kompromi politik yang lebih besar.
“Megawati tidak direstui masuk kabinet, sementara Hasto juga ditekan agar tak masuk struktur PDIP. Tapi secara politik, Prabowo menang karena berhasil merangkul Megawati dan tetap menjaga hubungan baik dengan Jokowi,” tambahnya.
Sebagaimana diketahui, dalam pidato politiknya pada penutupan Kongres ke-6 PDIP di Bali, Megawati menegaskan bahwa partainya tidak akan menjadi oposisi atau koalisi pemerintahan Prabowo–Gibran.
“Peran kita adalah memastikan bahwa pembangunan nasional tetap pada rel konstitusi,” kata Megawati, Sabtu (2/8/2025).
Ia menegaskan bahwa PDIP akan tetap kritis namun konstruktif, serta mendukung kebijakan yang berpihak pada rakyat. Dalam sistem presidensial Indonesia, menurutnya, tidak ada oposisi maupun koalisi sebagaimana di sistem parlementer.
Sementara itu, Presiden Jokowi juga memberikan respon positif terkait amnesti Hasto. Ia menegaskan bahwa semua kebijakan Prabowo tentu dilandasi pertimbangan matang, baik hukum, sosial, maupun politik.
“Presiden pasti memiliki pertimbangan-pertimbangan. Saya kira semuanya sudah diperhitungkan,” ujar Jokowi dalam keterangannya di Solo, Jumat (1/8/2025).
Kondisi politik ini menggambarkan konfigurasi kekuasaan yang fleksibel, namun stabil di bawah kendali Prabowo, yang berhasil membangun koalisi luas tanpa harus mengorbankan hubungan politik dengan aktor-aktor besar seperti Megawati dan Jokowi.