Jakarta – Polemik ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, kembali menggema di ruang publik meskipun ia telah menanggalkan jabatannya.
Tuduhan mengenai keaslian ijazah sekolah hingga perguruan tinggi yang digunakan saat mencalonkan diri sebagai presiden kembali mencuat, bahkan memunculkan gugatan hukum baru.
Meski tak lagi memegang kekuasaan formal, pengaruh politik Jokowi diyakini masih kuat dan menjadi latar ketegangan isu ini.
Jokowi akhirnya mengambil langkah hukum dengan melaporkan lima orang ke Polda Metro Jaya pada Rabu (30/4/2025). Langkah tersebut diambil karena tuduhan-tuduhan lama terus diangkat kembali, termasuk oleh aktivis hingga pengacara yang menyangsikan keabsahan dokumen akademik Jokowi.
“Masalah ini sebenarnya sudah lama, saya kira akan berhenti setelah saya tidak menjabat, tapi ternyata tidak,” kata Jokowi di hadapan wartawan.
Kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, menyebut tuduhan tersebut adalah fitnah berat yang mencemarkan nama baik dan martabat Jokowi serta keluarganya.
“Ini juga merusak citra rakyat Indonesia yang telah memilih beliau sebagai presiden,” tegasnya.
Kasus ini bukan kali pertama muncul. Sejak 2019, isu ijazah palsu kerap menjadi bahan gugatan, baik melalui media sosial maupun pengadilan.
Tokoh seperti Bambang Tri Mulyono dan Eggi Sudjana pernah menggugat keabsahan ijazah Jokowi, namun kandas karena kurang bukti.
Bahkan Universitas Gadjah Mada, tempat Jokowi menempuh pendidikan, telah berkali-kali memberi klarifikasi dan menunjukkan catatan akademik yang lengkap.
Namun isu ini kembali hangat, terutama di tengah kabar bahwa beberapa menteri pemerintahan baru kerap mengunjungi Jokowi di Solo.
Pengamat dari BRIN, Devi Darmawan, menilai perpanjangan isu ini lebih banyak bermuatan politik ketimbang substansi hukum.
“Meskipun Jokowi sudah tidak menjabat, pengaruhnya masih besar, dan ini bisa menjadi sumber ketidakpuasan bagi pihak tertentu,” ujarnya.
Devi menambahkan, ijazah bukan satu-satunya syarat substantif menjadi presiden. Bahkan jika tuduhan itu benar, tidak serta-merta membatalkan legitimasi dua kali kemenangan Jokowi dalam pemilu.
“Yang paling penting adalah suara rakyat dan legalitas dari proses politiknya,” katanya.
UGM sendiri telah menjelaskan detail terkait nomor ijazah, penggunaan font yang dipertanyakan, hingga soal foto Jokowi yang menggunakan kacamata.
Penjelasan tersebut seharusnya cukup menjernihkan, namun sebagian pihak tetap meragukan karena dokumen asli belum ditunjukkan ke publik secara terbuka.
Jokowi sempat menunjukkan ijazahnya secara terbatas kepada wartawan, namun melarang dokumentasi. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak berkewajiban menunjukkannya kepada kelompok manapun yang tidak memiliki dasar hukum.