Jakarta – Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mengusulkan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak lagi menggunakan nomor urut untuk pasangan calon (paslon) dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Menurutnya, langkah ini bisa menghindari potensi bias keberpihakan di masyarakat.
“Ke depan, kalau pasangan calonnya dua atau tiga, tidak usah diberi nomor lagi. Yang penting, gambarnya dicoblos. Soal angka ini memang repot. Orang sudah biasa mengangkat satu jari, lalu dianggap berpihak,” kata Saldi dalam sidang sengketa Pilkada 2024 di MK, Jumat (17/01/2025).
Usulan ini muncul saat Saldi memimpin sidang panel terkait sengketa perkara Pilkada Kota Tangerang Selatan. Dalam sidang tersebut, KPU Tangerang Selatan, yang diwakili kuasa hukumnya, Saleh, menjelaskan dugaan ketidaknetralan atas penayangan iklan televisi yang mempromosikan paslon nomor urut 1.
Saleh menjelaskan bahwa KPU Tangerang Selatan telah meminta televisi bersangkutan menurunkan iklan tersebut. “Iklan itu diturunkan pada 23 November 2024 setelah evaluasi. Kami juga menerima surat dari Bawaslu untuk melakukan perbaikan,” jelas Saleh.
Mendengar penjelasan itu, Saldi sempat berkelakar bahwa gestur yang diperagakan dalam iklan sebaiknya diganti dengan kepalan jari untuk menghindari kecurigaan publik.
“Sebaiknya kepalan jari saja supaya orang tidak curiga,” kata Saldi, yang disambut tawa para peserta sidang.
Saldi juga menyarankan agar KPU mempertimbangkan penghapusan nomor urut jika jumlah paslon terbatas.
“Kalau calonnya sedikit, kolomnya saja yang dihitung. Ini supaya kita tidak terjebak pada bias angka,” tambahnya.
Meski demikian, ia menyadari bahwa perubahan ini memerlukan revisi undang-undang yang mengatur teknis pemilu.
“Kalau undang-undangnya masih mensyaratkan ada angka, maka pembuat undang-undang harus mengubahnya,” ujar Saldi.
Pandangan ini menyoroti perlunya evaluasi sistem pemilu untuk mengurangi potensi konflik dan menjaga netralitas penyelenggara pemilu.
