Jakarta – Tim Pengawas Haji (Timwas Haji) DPR RI meminta Kementerian Agama (Kemenag) segera menyusun rencana darurat untuk mengantisipasi potensi kepadatan dan gangguan pergerakan jemaah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) selama puncak pelaksanaan ibadah haji tahun 2025. Permintaan ini disampaikan menyusul kekhawatiran terhadap efektivitas skema pergerakan yang telah disiapkan.
Anggota Timwas, Marwan Dasopang, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada paparan rinci dari Kemenag mengenai langkah kontinjensi jika terjadi situasi tak terduga seperti larangan berangkat atau intervensi keamanan dari otoritas Arab Saudi.
“Kami belum mendengar rencana penanganan darurat jika pergerakan jemaah dari hotel tidak sesuai skenario. Kami ingin segera dibuatkan langkah kedaruratan, dan kami tunggu dalam dua hari ini,” ujar Marwan.
Kemenag sebelumnya telah menyusun tiga skema pergerakan jemaah pada puncak haji: reguler (taraddudi), murur, dan tanazul. Skema murur memungkinkan jemaah melintas Muzdalifah tanpa turun dari bus dan langsung menuju Mina, diperuntukkan bagi sekitar 60.000 jemaah lanjut usia dan disabilitas. Sedangkan skema tanazul memungkinkan sekitar 38.000 jemaah kembali ke hotel setelah melontar jumrah pada 10 Zulhijah tanpa menginap di Mina.
Marwan menekankan perlunya antisipasi jika ada hambatan seperti kemacetan atau pelarangan melontar jumrah. Ia mendukung konsep murur dan tanazul, namun mengingatkan perlunya rencana alternatif jika skenario itu tidak berjalan mulus.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Hilman Latief, menyebut pihaknya telah menyusun strategi operasional termasuk pengelompokan jemaah berdasarkan syarikah dan markas, serta pembentukan kafilah ad-hoc untuk memastikan kelancaran pergerakan.
Hilman juga menjelaskan bahwa pihaknya telah membentuk war room atau ruang kendali bersama yang melibatkan PPIH, penyedia layanan, dan mitra lainnya guna memantau dinamika lapangan secara real-time.
Menanggapi hal ini, Marwan juga menyoroti pentingnya komunikasi diplomatik yang intensif dengan otoritas Arab Saudi untuk kelancaran pelaksanaan skenario. Ia mengusulkan penempatan satelit pelayanan kesehatan di setiap pusat daerah kerja haji (Daker) untuk menjamin kesiapsiagaan layanan medis bagi jemaah.
“Langkah-langkah kedaruratan harus segera disiapkan, apalagi kita tidak yakin dalam dua hari ini bisa meyakinkan pihak Saudi terkait fleksibilitas skenario,” tandasnya.