Jakarta – Pemerintah tengah mengkaji pemberian insentif untuk sektor ritel guna meningkatkan daya saing industri ini di tengah penurunan aktivitas ekonomi. Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menyatakan kajian ini dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ritel yang memiliki dampak signifikan bagi masyarakat.
“Kami percaya bahwa sektor ini masih bisa tumbuh lebih besar. Karena itu, kami sedang mengkaji insentif tambahan agar ritel dapat berkembang lebih baik di tahun-tahun mendatang,” kata Faisol, Selasa (17/12/2024).
Rencana ini dilakukan sebagai respons atas tantangan yang dihadapi sektor ritel, seperti hambatan rantai pasok global dan peningkatan biaya operasional. Faisol menjelaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan untuk merealisasikan insentif tersebut.
Salah satu pemicu perhatian serius terhadap industri ritel adalah keputusan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) menutup 400 gerai sepanjang 2024. Penutupan ini, menurut manajemen Alfamart, disebabkan oleh biaya sewa yang terus meningkat serta tidak diperpanjangnya kontrak oleh pemilik tempat.
“Biaya sewa naik signifikan, sementara sebagian pemilik tempat memutuskan beralih usaha. Meski ada 400 gerai tutup, kami tetap optimis karena lebih banyak gerai baru yang kami buka,” ujar Corporate Affairs Director Alfamart, Solihin.
Ia menambahkan bahwa Alfamart berencana membuka 800 gerai baru pada 2025 sebagai langkah ekspansi. Selain itu, perusahaan juga memperluas jaringan distribusi dengan membuka distribution center di Palangkaraya dan Luwu senilai Rp 100 miliar.
Bank Indonesia mencatat Indeks Penjualan Riil (IPR) per Februari 2024 mencapai 214,1, tumbuh 6,4% secara tahunan (YoY). Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan penjualan sektor makanan, minuman, dan tembakau yang menjadi pilihan utama kelas menengah dan generasi milenial.
Pemerintah berharap insentif untuk ritel dapat memicu pemulihan sektor ini dan mempertahankan kontribusinya terhadap ekonomi nasional.
