Jakarta – Ribuan pengemudi ojek online (ojol) dari berbagai wilayah di Jawa dan Sumatra melancarkan aksi unjuk rasa pada Selasa (20/5/2025), dengan menghentikan operasional aplikasi transportasi daring selama 24 jam. Aksi ini merupakan bagian dari protes terhadap sistem tarif dan potongan aplikator yang dinilai merugikan pengemudi.
Demonstrasi dipusatkan di sejumlah titik strategis seperti depan Gedung Kementerian Perhubungan, Istana Merdeka, DPR RI, dan kantor-kantor aplikator. Massa aksi yang tergabung dalam berbagai serikat pengemudi menyuarakan setidaknya sembilan tuntutan utama, mulai dari revisi potongan biaya aplikator hingga perubahan status pengemudi menjadi pekerja tetap.
Salah satu tuntutan utama adalah pengurangan potongan pendapatan dari pihak aplikator yang saat ini dinilai mencapai 20-50%, agar dikurangi menjadi 10%. Ketentuan ini dianggap telah melanggar Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1001 Tahun 2022 yang membatasi potongan maksimal sebesar 20%.
“Saya ikut demo ini karena potongan aplikator terlalu besar antara 20%-30%. Sekarang penghasilan Rp100 ribu per hari saja sangat sulit,” ujar Sri Damiyah, pengemudi ojol sejak 2015.
Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Online Indonesia (Sepoi), Einstein Dialektika, menegaskan bahwa aksi ini untuk mendesak pemerintah menegakkan aturan yang telah dibuat.
“Kemenhub sudah membuat aturan sejak 2019, tapi sampai sekarang tidak dijalankan. Kami mengingatkan agar segera ditegakkan,” katanya.
Ketua Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, mengklaim banyak aplikator melanggar regulasi yang telah ditetapkan. Ia juga meminta keterlibatan DPR, Kemenhub, YLKI, dan pihak aplikator untuk menetapkan tarif yang adil.
Aksi ini juga menyoroti persoalan status hukum pengemudi. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, menilai sistem kemitraan yang diterapkan aplikator menindas hak-hak pengemudi. Ia menyebut pemotongan hingga 70% dan beban kerja melebihi batas jam kerja layak tanpa jaminan sosial adalah bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Meski aksi ini diklaim melibatkan hingga 25.000 pengemudi, tidak semua asosiasi turut serta. KGMP dan FKDOI menyatakan menolak bergabung karena lebih mengutamakan dialog dan pembahasan kebijakan ketimbang aksi jalanan.
Pemerintah melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengimbau aksi ini dilakukan tanpa mengganggu kepentingan publik. Ia menyatakan bahwa demonstrasi adalah hak konstitusional selama dilakukan secara tertib.
Perwakilan perusahaan aplikator, termasuk Gojek, Grab, Maxim, dan Indrive, menyatakan bahwa potongan yang mereka berlakukan tidak melebihi batas 20% sesuai ketentuan yang berlaku. Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mengajak semua pihak untuk melihat kebijakan tarif secara proporsional sesuai pangsa pasar masing-masing aplikator.
Aksi 20 Mei ini mencerminkan meningkatnya tekanan dari kalangan pengemudi ojol terhadap ketidakpastian kerja, regulasi yang tak ditegakkan, serta penghasilan yang terus tergerus.
