Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk pemeriksaan lanjutan dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2024. Langkah ini dilakukan setelah penyidik menggeledah rumah Yaqut di Jakarta Timur pada Jumat (15/8/2025) dan menyita sejumlah dokumen serta barang bukti elektronik.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemeriksaan Yaqut diperlukan guna mengklarifikasi hasil penggeledahan dan memperkuat konstruksi perkara. “Penyidik akan segera menjadwalkan pemeriksaan kepada para saksi dan pihak-pihak lain yang dibutuhkan keterangannya, agar proses penegakan hukum bisa berjalan efektif,” ujarnya pada Selasa (19/8/2025).
Budi menambahkan, salah satu barang yang disita adalah sebuah ponsel yang akan diperiksa secara forensik digital. “Handphone itu akan diekstraksi, dibuka isinya. Informasi di dalamnya sangat berguna bagi penyidik untuk menelusuri dugaan tindak pidana korupsi kuota haji,” jelasnya.
Namun, kuasa hukum Yaqut, Melissa Anggraini, membantah bahwa ponsel yang disita adalah milik kliennya. “Terkait informasi penyitaan barang bukti elektronik dapat kami tegaskan bahwa yang disita tersebut bukan milik Gus Yaqut,” katanya, Senin (18/8/2025). Meski begitu, Melissa menegaskan bahwa Yaqut menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini naik ke tahap penyidikan sejak Jumat (8/8/2025) berdasarkan surat perintah penyidikan umum tanpa penetapan tersangka. Nilai kerugian negara diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Kasus bermula dari tambahan 20 ribu kuota haji yang diberikan Arab Saudi kepada Indonesia pada 2023. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama tertanggal 15 Januari 2024, kuota tambahan dibagi menjadi 10 ribu haji khusus dan 10 ribu haji reguler. Namun, pembagian tersebut diduga melanggar ketentuan UU No. 8 Tahun 2019, yang membatasi kuota haji khusus maksimal 8 persen.
KPK menduga sebagian kuota khusus dialihkan kepada travel swasta dengan adanya setoran antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS per kuota. Dengan kurs saat ini, nilai itu setara Rp41,9 juta hingga Rp113 juta per jemaah. Praktik tersebut membuat dana yang seharusnya masuk kas negara justru mengalir ke pihak swasta.
Perkembangan terbaru ini diprediksi akan memperkuat arah penyidikan KPK. Publik kini menunggu kepastian status hukum Yaqut dalam perkara yang menjerat Kementerian Agama ini.