Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) periode 2019–2024, Nadiem Anwar Makarim, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,3 triliun. Penetapan ini diumumkan usai penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) melakukan gelar perkara pada Kamis (4/9/2025).
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, menyampaikan bahwa status tersangka diberikan setelah penyidik menilai bukti yang dikumpulkan cukup kuat. Bukti tersebut meliputi keterangan dari 120 saksi serta 4 ahli. “Kurang lebih 120 (saksi) dan juga empat ahli,” ujar Anang dalam konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus, Kejagung, Jakarta Selatan.
Anang menambahkan, Nadiem merupakan tersangka kelima dalam perkara ini. Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan empat tersangka lain pada Selasa (15/7/2025), yaitu Jurist Tan (eks Staf Khusus Mendikbudristek), Ibrahim Arief (konsultan perorangan), Mulyatsyah (mantan Direktur SMP Kemendikbudristek), dan Sri Wahyuningsih (mantan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek).
“Pada sore ini, hasil dari ekspose perkara menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” jelas Anang.
Untuk kepentingan penyidikan, Kejagung langsung menahan Nadiem selama 20 hari di rumah tahanan. Masa penahanan tersebut masih dapat diperpanjang sesuai kebutuhan. Nadiem sebelumnya telah tiga kali menjalani pemeriksaan sebagai saksi, masing-masing pada Senin (23/6/2025), Selasa (15/7/2025), dan Kamis (4/9/2025).
Dalam konstruksi perkara, para tersangka diduga mengondisikan proyek pengadaan laptop agar menggunakan Chromebook alih-alih perangkat berbasis Windows seperti rencana awal. Keputusan itu disebut berasal dari instruksi Mendikbudristek saat itu. Proyek ini ditujukan untuk mendukung pendidikan di berbagai jenjang, mulai dari PAUD hingga SMA, termasuk sekolah di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Total anggaran proyek mencapai Rp9,3 triliun, yang bersumber dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Targetnya adalah penyediaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di seluruh Indonesia. Namun, pelaksanaan proyek dinilai tidak efektif dan justru menyebabkan kerugian negara sekitar Rp1,98 triliun.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan mantan pejabat tinggi negara sekaligus pendiri perusahaan teknologi besar. Proses hukum terhadap Nadiem Makarim diperkirakan akan terus mendapat perhatian publik mengingat skala proyek dan besarnya kerugian negara yang ditimbulkan.