Jakarta – Situasi di PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) semakin genting. Menipisnya bahan baku produksi membuat 3.000 hingga 3.500 buruh dirumahkan tanpa gaji. Langkah ini dilakukan sebagai respons atas krisis keuangan perusahaan yang ditetapkan berstatus pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang, keputusan yang dikuatkan Mahkamah Agung (MA).
Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group, Slamet Kaswanto, menyebut bahan baku yang ada saat ini hanya akan cukup untuk bertahan satu bulan ke depan.
“Bahan baku mulai menipis, bertahan kurang lebih sebulan. Jika habis, buruh tidak ada pekerjaan,” ujar Slamet sebagaimana dilaporkan CNBC Indonesia, Selasa (24/12/2024).
Ia juga menyayangkan minimnya langkah konkret dari pemerintah.
“Sejauh ini, bantuan dari pemerintah belum ada. Hanya Wakil Menteri Ketenagakerjaan yang datang memastikan tidak ada PHK, tapi jika bahan baku habis, dampaknya tak terelakkan,” tambahnya.
Serikat pekerja Sritex merencanakan aksi damai di Istana Negara dan Mahkamah Agung untuk mendesak perhatian atas nasib ribuan buruh. Aksi ini bertujuan memprotes lambannya upaya pemerintah dan keputusan hukum yang membawa perusahaan ke jurang kehancuran.
Selain itu, Slamet menyoroti bahwa pekerja yang masih aktif mendapatkan gaji, namun mereka yang dirumahkan tidak menerima upah sama sekali.
“Yang masih bekerja digaji, sedangkan yang dirumahkan tidak digaji,” tegas Slamet.
Meski Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, sudah mengunjungi lokasi untuk memastikan tidak terjadi PHK massal, Slamet menilai hal tersebut tidak cukup. Ia meminta pemerintah turun tangan lebih serius untuk menyelamatkan perusahaan dan ribuan pekerjanya.
“Kami berharap ada langkah penyelamatan nyata, termasuk suplai bahan baku atau keringanan operasional, agar roda produksi tetap berjalan,” kata Slamet.
Krisis yang menimpa Sritex ini menjadi sinyal bahwa industri tekstil nasional membutuhkan perhatian ekstra, terutama dalam menghadapi persaingan global dan tekanan ekonomi pasca-pandemi.
