Jakarta – A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Abdul Muhaimin, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi kuota haji Kementerian Agama tahun 2023–2024. Desakan ini muncul setelah muncul kabar adanya dugaan aliran dana yang menyeret nama PBNU, sehingga memunculkan keresahan di kalangan warga Nahdliyin.
Menurut Abdul, ketidakjelasan status hukum dalam kasus tersebut bisa menimbulkan kesan seolah PBNU terlibat secara kelembagaan. Ia menegaskan bahwa dugaan keterlibatan hanya melibatkan individu, bukan organisasi.
“Segera umumkan tersangkanya supaya tidak ada kesan KPK memainkan tempo yang membuat resah internal NU, khususnya warga,” ujar Abdul dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Sabtu (13/9/2025).
Abdul menambahkan, jika KPK tidak segera mengumumkan tersangka, hal itu bisa dianggap sebagai upaya merusak reputasi organisasi. Meski begitu, ia menyatakan bahwa para kiai NU tetap mendukung KPK untuk mengusut tuntas perkara tersebut.
“Kalau memang ada petinggi yang terlibat, telusuri saja. Itu tugas KPK, kami mendukung dan patuhi penegakan hukum,” katanya.
Sementara itu, KPK melalui Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, menyatakan lembaganya tengah menelusuri aliran dana dari kasus ini. KPK juga menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam upaya pelacakan.
“Jadi, kami sedang melakukan follow the money, ke mana saja uang itu mengalir, seperti itu. Ini semata untuk asset recovery agar uang negara yang dirugikan bisa kembali,” jelas Asep pada Kamis (11/9/2025).
Ia menegaskan, langkah KPK menelusuri ke berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat keagamaan, bukan untuk mendiskreditkan lembaga tertentu. Namun, hal itu dilakukan karena penyelenggaraan haji melibatkan banyak elemen, termasuk ormas.
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini mulai disidik KPK sejak 9 Agustus 2025. Lembaga antirasuah juga telah meminta bantuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara. Estimasi awal menyebutkan kerugian mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Dalam prosesnya, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Selain itu, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI menemukan adanya kejanggalan dalam pembagian kuota tambahan 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi yang dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Dengan berkembangnya kasus ini, publik menunggu langkah KPK untuk segera menetapkan tersangka guna mengakhiri spekulasi dan menjaga kepercayaan terhadap proses hukum.