Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief, untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2024. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa pemeriksaan berlangsung pada Rabu (27/8/2025).
Hilman merupakan pejabat yang menjabat sejak Oktober 2021. Sebelum Hilman, KPK juga telah memeriksa Ishfah Abidal Aziz atau Gus Alex, mantan staf khusus eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, pada Selasa (26/8/2025). Pemeriksaan ini disebut sebagai bagian dari pendalaman aliran dana terkait kasus tersebut.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, sebelumnya menyatakan bahwa lembaganya tengah menelusuri dugaan keterlibatan orang-orang dekat eks Menteri Yaqut. “Kami sedang menyusuri aliran uang tersebut, dan saksi-saksi dari lingkaran dekat Yaqut akan dipanggil minggu ini atau minggu depan,” ujar Asep, Senin (25/8/2025).
Kasus ini sudah masuk tahap penyidikan sejak Jumat (8/8/2025) berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum. Kerugian negara diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun. Dugaan penyimpangan muncul dari tambahan kuota 20.000 jamaah haji yang diberikan Arab Saudi kepada Indonesia pada 2023, usai pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi.
Berdasarkan SK Menteri Agama Yaqut tertanggal 15 Januari 2024, kuota tambahan itu dibagi dua: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Namun, KPK menduga kuota haji khusus dimanfaatkan untuk praktik jual-beli oleh oknum Kemenag dan sejumlah biro travel. Setoran yang diminta berkisar USD 2.600–7.000 per kuota, atau Rp41,9 juta hingga Rp113 juta dengan kurs saat itu.
Untuk kuota reguler, sebanyak 10.000 jamaah didistribusikan ke 34 provinsi. Jawa Timur mendapat alokasi terbanyak, yakni 2.118 jamaah, disusul Jawa Tengah 1.682 jamaah, dan Jawa Barat 1.478 jamaah. Namun, pembagian kuota ini dinilai bertentangan dengan Pasal 64 UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan komposisi 92 persen untuk reguler dan 8 persen untuk khusus.
Perubahan proporsi kuota tersebut diduga menyebabkan dana haji yang seharusnya masuk kas negara justru beralih ke travel swasta. KPK masih mendalami aliran dana dan pihak-pihak yang terlibat, termasuk pejabat aktif maupun mantan pejabat di Kemenag.