Pidie Jaya – Suasana tenang di Desa Sagoe, Kabupaten Pidie Jaya, mendadak tegang ketika Wakil Bupati Pidie Jaya, Hasan Basri, diduga memukul Muhammad Reza, Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Peristiwa ini terjadi saat kunjungan mendadak Hasan Basri ke lokasi pelayanan gizi yang seharusnya menjadi ajang pembinaan dan pengawasan program pemerintah.
Menurut laporan yang dihimpun pada Kamis (30/10/2025), kunjungan tanpa pemberitahuan itu berubah menjadi insiden tidak menyenangkan. Wakil bupati dikabarkan membentak para relawan, melontarkan ancaman, dan memukul Reza di hadapan sejumlah petugas yang sedang bertugas. Situasi baru terkendali setelah asisten pribadinya turun tangan melerai.
Usai kejadian, korban bersama relawan dan koordinator wilayah melapor kepada Bupati Pidie Jaya. Pihak bupati menyarankan agar korban menempuh jalur hukum jika tidak dapat menerima tindakan yang dialaminya.
“Program MBG dijalankan dengan semangat kemanusiaan dan gotong royong. Kekerasan terhadap petugas di lapangan adalah tindakan yang mencederai nilai kemanusiaan dan profesionalisme,” ujar Sony Sonjaya, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (30/10/2025).
Ia menegaskan, BGN telah melaporkan insiden tersebut ke aparat berwenang agar ditangani secara hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Pernyataan serupa datang dari Nanik S. Deyang, Wakil Kepala BGN lainnya, yang memastikan korban akan mendapatkan pendampingan hukum dan psikologis.
“Kami sudah mengirim tim pemantauan wilayah untuk mendampingi korban serta memastikan proses hukum berjalan sesuai aturan,” ungkap Nanik.
Kasus dugaan penganiayaan oleh pejabat publik ini menimbulkan keprihatinan masyarakat Aceh. Banyak pihak menilai tindakan tersebut mencerminkan lemahnya kontrol etika pejabat dalam menjalankan tugasnya. Di tengah semangat program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membawa harapan perbaikan gizi masyarakat, peristiwa ini justru menjadi noda di antara semangat gotong royong yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Aceh.
Masyarakat berharap proses hukum berjalan transparan dan adil agar kepercayaan publik terhadap pejabat daerah tetap terjaga. Dalam budaya Aceh yang menjunjung marwah dan adab, kekuasaan seharusnya menjadi alat pengayom, bukan sarana untuk melukai rakyat yang tengah bekerja demi kesejahteraan bersama.

 
		
 
									 
					
