Jakarta – Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi mengesahkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur tata cara pemberian izin perkawinan dan perceraian bagi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI. Pergub ini menggantikan Keputusan Gubernur Nomor 2799/2004 yang dinilai sudah tidak relevan.
Pergub tersebut mencakup delapan bab yang mengatur pelaporan perkawinan, izin beristri lebih dari seorang (poligami), izin atau keterangan perceraian, tim pertimbangan, hak atas penghasilan, hingga pendelegasian wewenang. Salah satu poin menarik dalam Pergub adalah ketentuan yang membolehkan ASN melakukan poligami dengan izin pejabat berwenang.
“Pegawai ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang wajib memperoleh izin dari pejabat yang berwenang sebelum melangsungkan perkawinan,” bunyi Pasal 4 ayat (1) Pergub tersebut.
Pergub ini menetapkan sejumlah syarat bagi ASN pria yang ingin berpoligami, antara lain: istri tidak dapat menjalankan kewajibannya; istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah 10 tahun perkawinan; persetujuan tertulis dari istri atau para istri; memiliki penghasilan cukup untuk membiayai istri dan anak; sanggup berlaku adil terhadap istri dan anak; tidak mengganggu tugas kedinasan; dan memiliki putusan pengadilan tentang izin poligami.
Syarat ini dimaksudkan untuk memastikan keadilan dan tidak mengganggu tugas kedinasan ASN.
Selain itu, Pergub ini juga mengatur ketentuan izin perceraian bagi ASN. Pasal 10 menyebutkan bahwa ASN yang ingin menggugat cerai harus memperoleh izin terlebih dahulu. Gugatan tidak boleh didaftarkan ke pengadilan tanpa keputusan resmi dari pejabat berwenang.
Alasan perceraian yang diperbolehkan meliputi: salah satu pihak berbuat zina; pemabukan, penggunaan narkoba, atau berjudi; kekerasan dalam rumah tangga; perselisihan berkepanjangan tanpa harapan rujuk.
Aturan ini juga melarang perceraian jika alasan yang diajukan bertentangan dengan ajaran agama atau tidak masuk akal.
Pergub ini disambut beragam oleh berbagai kalangan, sebagian memuji ketegasan dan kejelasan aturan, sementara yang lain mempertanyakan efektivitas pengawasan dalam pelaksanaannya.
