Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Lepaskan Ketegangan, Raih Kedamaian

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Jumat, 24 Oktober 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

KDM, Calon Diktator yang Terlihat Merakyat

Ketika gaya populis dibalut kesederhanaan, ambisi kuasa justru makin kentara dalam tiap keputusan.
Udex MundzirUdex Mundzir1 Mei 2025 Opini 366 Views
Dedi mulyadi
Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat (.inet)
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Di balik citra merakyat, Dedi Mulyadi kian menunjukkan kecenderungan otoriter yang sulit diabaikan. Figur yang dulu dikenal hangat dan akrab dengan rakyat kini mulai menampilkan sikap yang kaku dan sepihak.

Julukan ‘Bapak Aing’ yang digaungkan tim medianya justru menjadi simbol bahwa kuasa seolah ada di tangannya sepenuhnya. Sebuah narasi yang membentuk kepercayaan publik secara emosional, namun rawan manipulasi.

Larangan wisuda di sekolah-sekolah Jawa Barat adalah contoh awal. Dedi menyebut wisuda hanya beban finansial. Tapi keputusan itu dibuat sepihak, tanpa mendengar suara orang tua, guru, atau siswa.

Begitu pula dengan larangan study tour. Alasan moral memang ada, yakni menghindari hutang orang tua demi tamasya anak. Namun ketika kepala sekolah yang tak patuh langsung dipecat, sikap otoriter itu tak bisa disangkal lagi.

Ia juga menggagas pengiriman siswa “nakal” ke barak militer. Enam bulan dididik ala tentara, katanya. Padahal pendekatan ini mengabaikan hak anak dan asas-asas pendidikan yang inklusif dan progresif.

Kebijakan ini mengindikasikan pola pikir yang mengedepankan kendali, bukan empati. Anak-anak dengan masalah perilaku bukan harus dihukum, tapi dibimbing lewat pendekatan psikologi dan pendidikan sosial.

Paling kontroversial, tentu saja, adalah rencana menjadikan vasektomi syarat penerima bansos. Warga miskin akan diberi Rp500 ribu jika mau disterilisasi. Kebijakan ini vulgar dan tidak manusiawi.

Logika yang dibangun: kemiskinan adalah hasil dari terlalu banyak anak. Sebuah logika yang menyederhanakan masalah struktural menjadi masalah rahim dan sperma. Ini bukan kebijakan, ini penghinaan.

Di sisi lain, Dedi membangun kesan sederhana. Ia datang ke pasar, duduk bersila, berbagi uang tunai. Semua terekam kamera. Semua disebar di medsos. Semua jadi narasi politik yang “mewakili rakyat.”

Tapi substansi sering tertinggal jauh di belakang. Banyak lansia di Jawa Barat masih miskin dan terabaikan. Tapi yang ditonjol justru simbol-simbol seperti mencium kaki nenek renta di depan pejabat.

Ada program “Nyaah ka Indung” yang mewajibkan ASN mengasuh ibu-ibu lansia. Tujuannya mulia. Tapi lagi-lagi, pendekatan yang digunakan cenderung memaksa dan emosional.

ASN dibebani tanggung jawab moral dan sosial di luar tugas formalnya. Ini bukan solusi, tapi pelimpahan tanggung jawab negara kepada individu. Sistem negara jadi terabaikan.

Yang paling mengkhawatirkan adalah cara ia melewati forum-forum demokrasi. Dedi lebih suka bicara ke kamera daripada ke DPRD. Lebih suka postingan daripada diskusi kebijakan terbuka.

Ini pola yang berbahaya. Pemimpin yang terlalu tergantung pada media sosial dan pencitraan sering melupakan tata kelola yang demokratis dan partisipatif.

Ia bahkan membangun narasi “bebas partai” sejak keluar dari Golkar. Namun, ia mengganti itu dengan buzzer, influencer, dan simpatisan digital alias netizen yang memuja dan menyerang lawan.

Semua yang mengkritik dianggap “tidak mewakili rakyat.” Hanya dia yang dianggap punya suara rakyat. Ini sudah bukan demokrasi, tapi kultus personal yang dibungkus gaya kasual.

Indonesia punya sejarah pahit dengan pemimpin populis yang berujung diktator. Dimulai dari gaya merakyat, berakhir pada penyalahgunaan kekuasaan tanpa kontrol. Sejarah baru hitungan bulan, yang dikuak setelah deretan korupsi triliunan terbongkar.

Jawa Barat tak boleh menjadi laboratorium ambisi kekuasaan model baru. Pemimpin harus dikontrol, dikritik, dan diawasi. Tidak cukup hanya dinilai dari kontennya di medsos.

Dedi Mulyadi mungkin tampak sederhana. Tapi di balik kerendahan hati yang dipertontonkan, ada potensi bahaya dalam gaya kepemimpinannya yang makin sepihak.

Demokrasi bukan soal gaya. Demokrasi soal proses, kritik, partisipasi, dan transparansi. Jika semua itu dikesampingkan, maka “Bapak Aing” tak lebih dari calon diktator yang sedang memoles citranya.

Dedi Mulyadi Jawa Barat Kepemimpinan Otoriter Politik Lokal Populisme Digital
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleVasektomi Bukan Jawaban Kemiskinan
Next Article Prabowo Hadiri May Day, Disebut Sejarah Sejak Era Bung Karno

Informasi lainnya

Cuaca Panas? Inilah Tanaman yang Bisa Menyejukan Rumah

21 Oktober 2025

Pemerintah Bentuk Timsus Razia Pesantren Ilegal di Jawa Barat

25 Juni 2025

Mengemudi Visi, Bukan Hanya Mobil Listrik

21 Juni 2025

Titik Berat Indonesia dalam Konflik Timur Tengah

21 Juni 2025

Bela Negara Bukan Membungkam Kritik

13 Juni 2025

MUI Jabar Tegaskan Vasektomi Haram dalam Islam, Ini Alasannya

1 Mei 2025
Paling Sering Dibaca

Ketika Putra Mahkota Solo ‘Menyesal’ Bergabung dengan Republik

Editorial Udex Mundzir

Surat Fatir, Munculnya Uban sebagai Pemberi Peringatan

Islami Alfi Salamah

Bank Mandiri Berkolaborasi Ciptakan Smart Financing untuk UKM

Bisnis Alfi Salamah

Federal Oil Gelar Acara Pasca Peluncuran Gresini Racing MotoGP

Bisnis Alfi Salamah

Puncak Haji Tiba: Irjen Kemenag Minta Petugas Bersiap

Islami Alfi Salamah
Berita Lainnya
Kesehatan
Alfi Salamah23 Oktober 2025

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Kasus Radiasi Cikande Masuk Tahap Penyidikan, PT PMT Dianggap Lalai

Trump Resmikan Fase Dua Kesepakatan Gencatan Gaza

Menkeu Purbaya Pertimbangkan Pemangkasan PPN Tahun 2026

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.